KISAH JULAIBIB AHLI SURGA YANG TERLUPAKAN

Apa yang berada di benak kalian, jika kalian membayangkan sosok ahli surga?

Wajah bersih, selalu tersenyum, pandangan mata yang teduh, disenangi orang-orang di sekitarnya dan hal-hal baik lainnya…

Bukan begitu?
Jika begitu, maka izinkan saya untuk meperkenalkan salah satu ahli surga yang hidup di masa Rasulullah…

Julaibib namanya…
Entah siapa yang memberinya nama ‘sebagus’ itu. Tak ada orang yang tahu kedua orang tuanya dan tak ada yang mau tahu. Nama Julaibib sendiri berarti ‘kerdil’. Dan seperti itulah tampilan fisiknya…

Julaibib yang kerdil, jelek, hitam, hidup menggelandang, kaki pecah-pecah karena tak beralas kaki, baju lusuh yang tak pernah diganti. Tak punya saudara maupun teman seorangpun, makan dari sisa-sisa makanan yang dibuang di jalan, dan minum dari kolam yang diciduk dengan tangan.

Tapi, jika Allah memberikan rahmatnya, tak ada satu makhlukpun yang bisa menghalangi. Dan Julaibib termasuk satu yang mendapatkannya. Ia mendapat hidayah. Dan ia selalu menempati shaff pertama dalam shalat maupun jihad. Meski semua orang seolah menganggapnya tak ada, tidak dengan Rasulullah, sang pembawa rahmat bagi seluruh alam…

Suatu hari, Rasulullah menanyakan suatu hal pada Julaibib. “Wahai Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?” tanya Rasulullah

Julaibib menatap wajah penuh cahaya itu, “Wahai Rasulullah, siapakah gerangan gadis yang sudi menikah denganku ini? Dan orang tua manakah yang mau menikahkan anak gadisnya denganku?” Jawabnya tersenyum.

Tak ada ekspresi merutuki diri atau menyalahkan takdir. Rasulullah hanya tersenyum mendengarnya.

Keesokan harinya, Rasulullah menanyakan hal yang sama, dan dijawab dengan jawaban yang sama oleh Julaibib, Esoknya lagi, Rasulullah menanyakan hal yang sama…

Sampai ketiga kalinya Rasulullah menanyakan hal tersebut dan setelah Julaibib menjawabnya, Rasul menarik lengan Julaibib dan membawanya ke rumah seorang pemuka Anshar…

“Aku datang kemari, ingin menikahkan puteri kalian” Ucap Rasulullah…

“Ahlan wa sahlan Ya Rasulullah… beatapa barakahnya bermenantukan seorang rasulullah. Sungguh ini akan menjadi cahaya yang meyinari rumah kami” Jawab Tuan rumah yang mengira Rasulullah yang akan melamar putrinya.

“Bukan untukku, tapi untuk Julaibib”

Sang Tuan rumah seolah baru sadar bahwa ada seseorang di samping Rasulullah…

“Sepertinya, saya harus meminta pertimbangan istri saya” ucap Tuan rumah. Ia pun masuk ke dalam dan menceritakan maksud kedatangan Rasulullah…

“Dengan Julaibib?” Sang Istri hampir berteriak. “Tidak!!! Putri kita tidak akan menikah dengan Jualibib! Tidak akan pernah!”

“Siapakah yang menyuruhnya wahai Ayah?” tanya sang puteri yang baru datang.

“Rasulullah”

“Bawa aku kepadanya! Sungguh, jika Rasulullah yang menyuruh, ia tak akan menyia-nyiakan aku dan tak akan membuatku rugi sedikitpun” ucap gadis itu mantap. Ia lalu membaca firman Allah:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab: 36)

Rasulullah memanjatkan doa indah untuk sang gadis sholehah itu. “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah”

Akhirnya, Sang gadis menjalani pernikahan yang tak pernah diimpikan gadis manapun itu. Juga tak pernah terbayang dalam angannya. Ia hanya taat kepada Allah dan Rasulnya.

Hari-hari sebagai istri Julaibib pun dialuinya. Tekanan-tekanan yang selama ini diderita Julaibib pun dirasakannya. Seolah-olah Julaibib membagi dua seluruh penderitaan yang dialaminya selama ini kepada istrinya.

Walau bagaimanapun, ada tekanan-tekanan yang terlalu berat dipikulnya sebagai seorang wanita. Ia pun bersabar dan berpasrah kepada Allah. Ia yakin, Allah akan membukakan jalan keluar kepada siapa-siapa yang taat kepadaNya…

Akhirnya, Allah karuniakan jalan keluar yang terbaik bagi semuanya. maka, kebersamaan di dunia itu tak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia Sang istri sholehah dan bertakwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang seolah menganggapnya tak ada…

Saat ia syahid, Sang Nabi merasa kehilangan…
“Apakah kalian kehilangan seseorang?” tanya Sang Nabi

“Tidak Ya Rasulallah!” Jawab para sahabat. Serempak sekali. Sepertinya Julaibib memang tak berbeda ada atau tidak adanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan seseorang?” Tanya Rasulullah lagi. Kali ini wajahnya memerah…

“Tidak Ya Rasulullah” Kali ini sebagian menjawab tak seyakin tadi. beberapa menoleh ke kan dan ke kiri mencari adakah yang gugur

“Tapi aku kehilangan Julaibib” Kata beliau

Para sahabat tersadar.
“Carilah Julaibib!”

Julaibibpun ditemukan dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Sang Rasul mengafani jasad Julaibib dengan tangannya sendiri. Dan beliau menshalatkannya secara pribadi.

Dan kalimat beliau untuk Julaibib yang membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian dari dirinya”

Dari Julaibib, kita belajar untuk tak merutuki diri, untuk tak menyalahkan takdir… Tak mudah menjadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yang sangat terbatas.

Kita juga belajar lebih banyak dari gadis yang dipilihkan Rasulullah. Belajar agar cinta berhenti di titik ketaatan, melompati rasa suka dan tak suka. melampaui batas suka dan benci. Karena hikmah sejati tak selalu terungkap di awal pagi.

Sumber cerita: Jalan Cinta Para Pejuang
Salim A. Fillah
Hikmah Jumu'ah ....