Eksistensi Ruang Kehidupan

Benar dan tidak salah jika manusia lebih banyak mendengar dari pada melihat atau mengamati, karena saat mendengar kita akan lebih fokus untuk mendalami maksud dan tujuannya, namun sadarkah diri jika apapun yang menjadikan diri kita, semua berawal dari apa yang kita lihat dan juga yang kita dengar.

Mungkin bila harus di perhatikan kedua mata dan dan kedua telinga harus singkron, sehingga apapun yang tertangkap atau terekam keduanya akan mudah untuk di implikasi dalam perbuatan, nyatanya sering kali yang terdengar sangat berbeda dengan apa yang dilihat, maka pada kasus ini terjadi dilematis dimana yang terlihat lebih mudak dilakukan ketimbang yang didengar.

Banyak nasihat tapi sedikit yang melakoninya dalam kehidupan sehari-hari, bahkan ada yang pandai, namun sama saja. Anak sangat membutuhkan contoh, maka bagaimana anak itu dilihat dari lingkungannya tumbuh, bila pendidikan dasar saja sudah tidak baik maka si anak pun akan tumbuh tidak baik. Sebagai orang yang hidup, pengamatan sesosok itu sangat dibutuhkan.

Banyak dari orang tua berfikir jika nantinya anak-anaknya tumbuh dilingkungan pesantren maka akan baik seperti guru, realitanya guru juga bukan malaikat, saat anak kembali ke rumahnya setelah berguru dan yang didapati lingkungan nya masih sama seperti sebelumnya, mereka akan mencoba-coba ikut mengikuti atau hanya sekedar mengawasi.

Psikologi anak sangat ditentukan oleh isi rumahnya, baik tidaknya dia dalam mempertimbangkan sesuatu itu bergantung pada kondisi, ada anak yang bersikap over reaktif terhadap lingkungan yang menghasilkan sikap menyerang secara mental, sehingga mereka memiliki kesulitan untuk berkembang dan malah nyaman dengan kesalahan yang diakibatkan oleh beberapa masalah mendasar.

Sebaiknya latih diri untuk menjadi sosok yang terus menjadi baik dan lebih baik setiap harinya, karena bagi anak kesan dan perilaku orang tua itu segalanya bagi pertumbuhan mental dan sikap anak kelak, jangan salahkan guru atau aspek sosial, semua kembali ke rumah, karena itu yang menentukan titik kehidupan awal anak.

Ibarat kata air, dia selalu mengisi ruang yang ada, begitu pula diri dalam berkelakuan, air adalah si anak dan kita adalah ruangan untuk dia isi, kita tidak sedang mengisi mereka, merekalah yang mengisi kita dengan keberadaan mereka, ingatlah jika manusia tetap memiliki kesalahan, jangan bangun kehidupan otoriter, karena mereka akan berlaku sama nantinya, isolasi hati mereka dengan kasih sayang yang beretika bukan memanjakannya dengan kepuasan, buatlah mereka berkembang dengan menunjukkan jika diri kita masih bisa mereka eksplorasi, banyaklah belajar, jangan hanya puas karena pengalaman semata, semua butuh peningkatan.

Sistem ajar yang dulu kita terima dari orang tua harus mampu kita kembangkan ke tingkat yang lebih sempurna lagi, sehingga kita akan merasa bahwa hidup ini bukanlah milik kita, tapi milik bersama, tingkatkan rasio ibadah dan pertajam pembelajaran agar bisa menghadirkan tawa kebanggaan dalam rumah, bukan penyesalan yang pada akhir hidup hanya bisa meratapi dan menganggap anak tidak baik, perhatikan diri sendiri, jangan anggap diri sempurna, minta maaflah dan belajar menjadi lebih bijak dalam menyikapi, korban terbesar adalah waktu, dan waktu tidak mungkin bisa diputar kembali, stay membangun diri dan mental.